Jumat, 16 November 2012

Chelsea Resmi Gaet BNI

LONDON, — Menyadari banyak fans-nya yang berdomisili di Asia, khususnya Indonesia, Chelsea banyak melakukan kerja sama dengan perusahaan Asia. Baru-baru ini Chelsea berkerja sama dengan Bank Negara Indonesia (BNI) selama empat tahun untuk meluncurkan kartu pembayaran, baik berupa kartu kredit, kartu debit, maupun kartu prabayar, yang bertuliskan nama klub asal London tersebut.

Seperti dilansir situs resmi Chelsea, ini merupakan kali pertama mereka bekerja sama dengan bank dari Asia. Kesepakatan ini memberikan keuntungan untuk para fans Chelsea di Indonesia, khususnya pengguna BNI, mendapat kesempatan menonton laga Chelsea di Stamford Bridge. Selain itu, mereka juga berpeluang memenangkan undian resmi klub, seperti memperebutkan kaus yang sudah ditandatangani salah seorang pemain.

"Kami senang dengan kerja sama ini. BNI organisasi yang kuat dan perusahaan yang tepat untuk membangun kemitraan komersial pertama klub di Indonesia," kata Direktur Chelsea Ron Gourlay, seperti dilansir situs resmi klub.

"Kami yakin banyak fans Chelsea yang tinggal di Indonesia akan menunjukkan dukungan mereka dengan menggunakan kartu ini. "Pada gilirannya, mereka akan mendapatkan akses eksklusif ke klub yang berhubungan dengan berbagai manfaat yang akan mereka dapatkan. Kami
berharap ini merupakan hubungan panjang dan bisa saling menguntungkan," lanjutnya.

Kesepakatan ini ditandatangani Direktur Utama BNI Gatot M Suwondo, yang langsung bertandang ke markas Chelsea di stadion Stamford Bridge, Jumat (23/3/2012) siang waktu setempat. Namun, tak dijelaskan berapa nilai kontrak selama empat tahun ini. Yang pasti BNI berharap akan menarik lebih banyak pelanggan di luar 1,7 juta pengguna kartu debit dan 10 juta pemakai kartu kreditnya saat ini.

Untuk menangguk makin banyak penggemar, "The Blues" juga akan meluncurkan pengantar bahasa Indonesia pada situs resminya, Mei mendatang.

Shisha Tak Lebih Baik dari Rokok

Shisha, yang mirip dengan bong yang dipakai untuk mengisap mariyuana, beberapa tahun belakangan ini memang sangat populer. Hal itu terlihat dari makin banyaknya kafe yang menyediakan shisha untuk menarik pengunjung. Shisha merupakan cara menikmati rokok ala Timur Tengah yang menggunakan pipa berbentuk gelas piala dan kandungan air sebagai penyaringnya.

Banyak penikmat shisha yang merasa bahwa menghisap shisha lebih aman dari rokok karena ada filter berupa air. Bahkan, sebagian penggemarnya merasa shisha bukanlah rokok. Namun, penelitian yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan Inggris dan The Tobacco Control Collaborating Centre menyanggah anggapan tersebut.

Menurut peneliti, pada saat seseorang mengisap shisha atau rokok herbal, justru kadar karbon monoksida yang dihirupnya tak bisa terukur. Bahkan, dalam satu sesi mengisap shisha, karbon monoksida yang dihirup jumlahnya 4 sampai 5 kali lebih banyak daripada yang dihasilkan oleh sebatang rokok.

Kadar karbon monoksida yang tinggi bisa menyebabkan kerusakan otak dan hilangnya kesadaran. Menurut tim peneliti, memang agak sulit mengetahui jumlah karbon monoksida (CO) yang dihasilkan dari sebatang rokok karena perbedaan inhalasi dari tiap individu.

Meski begitu, kadar CO dari napas yang dihembuskan orang yang bukan perokok secara normal kira-kira 3 ppm (per sejuta bagian dari udara), pada perokok ringan kira-kira 10-20 ppm, dan 30-40 ppm pada perokok berat.

Penelitian menunjukkan, penghisap shisha memiliki 40-70 ppm CO dalam napasnya. Jumlah itu berpengaruh pada gangguan sirkulasi darah sekitar 8-12 persen.

"Kami menemukan bahwa satu sesi menghisap shisha yang menggunakan 10 miligram buah tembakau selama 30 menit, atau sesi paling singkat, menghasilkan kadar karbon monoksida empat atau lima kali lebih tinggi daripada merokok," kata Dr Hilary Wareing, Direktur The Tobacco Control Collaborating Centre.

Dengan kata lain, shisha 400-450 kali lebih buruk dari rokok. Selain tingginya kadar CO yang dihirup, Qasim Choudhory, pekerja dari NHS Stop Smoking Service, Inggris, mengatakan bahwa penggunaan pipa shisha secara bergantian bisa jadi medium penyebaran infeksi. "Ada risiko tertular tuberkulosis, herpes, atau infeksi lainnya," katanya.